Oleh:
Ali Harsojo, S.Pd.
Guru SDN Aenganyar I Giligenting
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai organisasi profesi yang sangat
ideal dan tepat sebagai wadah untuk meningkatkan profesionalisme guru,
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi para guru serta memperjuangkan nasib
guru dan pendidikan pada umumnya. Agar guru dan tenaga kependidikan dapat
berperan maksimal dalam menjalankan fungsinya, mereka perlu didukung, dibantu,
didorong dan diorganisasikan dalam suatu wadah yang dinamis, prospektif dan
mampu menjawab tantangan masa depan. Organisasi yang tepat dan telah mampu
melakukan hal itu semua adalah PGRI. Sejarah telah membuktikan bahwa keuletan,
kekompakan, kejuangan dan perjuangan PGRI selama ini telah menempatkan PGRI
bukan saja menjadi organisasi guru dan tenaga kependidikan yang terbesar di Indonesia,
tetapi juga merupakan bagian dari organisasi guru dunia yang tersebar di 158
negara di dunia yang anggotanya kini lebih dari 25 juta.
Akan tetapi hingga kini masih banyak guru di
Indonesia yang belum masuk sebagai anggota PGRI. Terutama dari kalangan guru
swasta atau guru dari Departemen Agama. Hal ini terjadi karena perekrutan
anggota PGRI bersifat sukarela dan terlepas dari birokrasi pemerintah. Memang
tidak ada aturan yang mewajibkan bahwa semua guru baik negeri maupun swasta
harus masuk menjadi anggota PGRI. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak
tahu banyak tentang PGRI dan peranannya bagi mereka. Banyak pula di antara
mereka baik yang sudah masuk menjadi anggota PGRI maupun yang belum mencibir
PGRI itu sendiri. Sebagian beranggapan masuk menjadi anggota PGRI tidak ada
manfaatnya. Malah katanya mereka malah rugi karena gajinya dipotong tiap bulan
untuk iuran organisasi. Ada yang mengatakan PGRI adalah hanya organisasi yang
bisanya hanya potong gaji saja, tidak membawa manfaat apa-apa bagi mereka.
Padahal sadar atau tidak sadar sebenarnya
mereka selama ini telah menikmati berbagai peningkatan dan perbaikan nasib guru
bahkan kemajuan dunia pendidikan pada umumnya yang merupakan hasil dari
kegigihan perjuangan PGRI yang telah dilakukan selama ini. Mereka tidak ikut
iuran, tetapi mereka telah ikut menikmati hasil perjuangannya. Bahkan tidak
hanya guru saja yang memetik hasil perjuangan PGRI, tetapi PNS yang lain juga
ikut menikmati hasil perjuangan PGRI. Sebagai contoh kenaikan Gaji PNS Rp 155.250,00
pada tahun 1999, mengusulkan tunjangan beras diganti dengan uang, memaksimalkan
penggunaan ASKES di RS Swasta dan masih banyak lainnya itu adalah hasil
perjuangan PGRI.
Beberapa waktu yang lalu kita sama-sama
menyaksikan pemandangan menarik di televisi dan media massa lainnya. Ribuan
guru dengan seragam PGRI secara bergiliran guru dari Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur dengan dikoordinir pengurus PGRI pusat dan daerah telah
melakukan demonstrasi besar-besaran secara nasional dengan menduduki gedung DPR
dan instansi pemerintah yang lain seperti kantor menteri Pendidikan Nasional
Pusat untuk menuntut peningkatan anggaran pendidikan sampai 20% dari APBN
sesuai amanat UUD 1945, peningkatan kesejahteraan guru, terbitnya PP tentang
guru dan tuntutan-tuntutan yang lainnya yang menyangkut nasib guru. Demo-demo
tersebut juga ternyata membawa hasil, seperti telah terbitnya Permendiknas No.
18/2007 tentang sertifikasi guru yang sekarang telah ramai dilaksanakan oleh
sebagian guru dan sebagian guru yang lulus sertifikasi telah menikmati
tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan dengan cara
dirapel. Ini semua berkat kegigihan dan perjuangan PGRI. Sebagian tuntutan
lainnya juga telah terpenuhi oleh pemerintah. Wajar mereka berpendapat miring tentang
keberadaan PGRI karena mereka tidak tahu apa yang telah dilakukan PGRI.
Ketidaktahuan mereka mungkin karena mereka tidak masuk menjadi anggota aktif
sehingga tidak tahu banyak hal tentang PGRI dan aktifitasnya, atau menjadi
anggota tetapi tidak mau tahu dengan perjuangan PGRI dan segala aktifitasnya. Sebenarnya menjadi anggota PGRI cukup
banyak manfaat yang kita dapatkan. Pertama, kita
sebagai guru sudah sepantasnya tegabung dalam sebuah organisasi profesi yang
dapat melindungi hak-hak guru dan ikut berkiprah secara aktif untuk kemajuan
guru. Kedua, dengan bergabung menjadi anggota PGRI kita
bias bergaul dengan guru-guru lain dari SD sampai SMA baik dari daerah tingkat
kecamatan sampai tingkat nasional. Ketiga, kita akan mendapatkan bantuan
hukum dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) bila kita mendapatkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan hokum baik berkaitan dengan tugasnya
maupun kasus pribadi dengan tanpa dipungut biaya. Keempat,
ketika pensiun kita akan mendapatkan dana pensiun dari Yayasan Dana Setia Kawan
Pensiun PGRI yang besarnya disesuaikan dengan lamanya menjadi anggota PGRI. Kelima,
kita akan mendapatkan kartu anggota PGRI dan SK Pengurus PGRI yang dapat
dipakai sebagai menambah angka kredit guru atau untuk fortofolio sertifikasi
guru. Keenam, dengan menjadi anggota PGRI, kita memiliki banyak kesempatan untuk
ikut berbagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh PGRI baik di tingkat
kecamatan hingga tingkat pusat yang akan menambah wawasan dan pengalaman
tersendiri. Jadi alangkah baiknya bila guru-guru MTsN Jeketro ikut bergabung
menjadi anggota PGRI dengan membentuk ranting tersendiri di bawah pengurus
Cabang Gubug. Pengurus PGRI cabang Gubug tentunya akan dengan senang hati untuk
menerima anggota baru tersebut.
Perjuangan Konkret PGRI, Apakah?
Sebetulnya banyak sekali perjuangan PGRI
baik pengurus pusat maupun pengurus daerah dalam memperjuangkan nasib guru pada
khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. Ada beberapa hasil perjuangan PGRI
yang perlu ditunjukkan untuk menghindari preseden buruk dan dapat mengurangi peran serta
sebagai anggota PGRI. Secara umum Pengurus PGRI pusat yang lebih aktif
melakukan perjuangan dan desakan baik dikalangan eksekutif maupun legislatif
untuk mengoalkan apa yang menjadi usulannya. Beberapa perjuangan PGRI
yang telah dilakukan selama ini antara lain sebagai berikut :
1.
Mengusulkan kenaikan gaji pada
tahun 1999 kepada Presiden, dan hasilnya gaji PNS naik Rp 155.250,00.
2.
Tahun 2000 PGRI mengusulkan tunjangan
pendidikan bagi guru, hasilnya tunjangan fungsional guru naik 150%.
3.
Mengusulkan honor guru wiyata
bakti, hasilnya guru wiyata bhakti baik di sekolah negeri maupun swasta
mendapat tunjangan dari pemerintah sebesar Rp 75.000,00 per bulan.
4.
Memperjuangkan bantuan untuk
sekolah swata, hasilnya bantuan pendidikan untuk sekolah swata mengalami
peningkatan yang signifikan.
5.
Mengusulkan agar guru TK
mendapat perhatian, hasilnya ada Direktur PAUD, pengangkatan guru TK dan
peningkatan kesejahteraan guru TK.
6.
Mengusulkan agar tunjangan
beras PNS diganti dengan uang agar tidak merugikan PNS. Hasilnya sekarang PNS
telah menerima tunjangan beras dalam bentuk uang tunai yang dibayarkan
bersamaan dengan penerimaan gaji.
7.
Pemaksimalan penggunaan ASKES
agar dapat digunakan di RS Swata. Hasilnya sekarang ASKES bida digunakan di RS
Swata.
8.
Untuk kenaikan golongan IV/a ke
atas ditinjau kembali agar tidak diproses sampai ke pusat sehingga memakan
waktu lama. Hasilnya kenaikan pangkat IV/a ke atas cukup di tingkat provinsi,
kecuali guru di lingkungan Departemen Agama tetap di pusat.
9.
Tunjangan THR dan tambahan
kesejahteraan bagi guru. Hasilnya pemerintah kabupaten/kota telah mencairkan
tunjangan THR dan dana kesejahteraan bagi seluruh PNS di jajarannya.
10. Rekruitmen PNS khususnya guru, hasilnya dilakukan secara nasional.
Mengusulkan agar Guru GTT di sekolah negeri diangkat menjadi PNS. Hasilnya guru
kontrak secara otomatis diangkat menjadi PNS meskipun secara bertahap. Bahkan
di Depag seluruh data guru yang masuk dalam data Dbase secara bertahap akan
diangkat menjadi PNS.
11. Perlindungan dan pembelaan terhadap anggota PGRI yang tersandung
masalah hukum oleh LKBH tanpa dipungut biaya.
12. Mengawal dan mendorong lahirnya UU Sisdiknas.
13. Mendesak lahirnya PP tentang Sisdiknas.
14. Mengusulkan agar guru ditangani oleh sebuah badan independen
langsung di bawah presiden.
15. Mengusulkan adanya sistem penggajian guru tersendiri pada
pemerintah.
16. Mengusulkan kenaikan tunjangan fungsional guru.
17. Mengusulkan sistem pembinaan PNS secara nasional, termasuk pemberian
kesejahteraannya.
18. Mengusulkan agar jabatan struktural di bidang pendidikan ditempati
oleh pegawai yang menguasai bidang pendidikan, meniti karir, dan berlatar
belakang pendidikan.
19. Telah ikut secara aktif yang berada di barisan paling depan jajaran
organisasi guru dan bekerja sama dengan organisasi politik yang memiliki
otoritas, berusaha menyiapkan dan memperjuangkan UU Guru dan Dosen. Secara
kelembagaan perjuangan untuk melahirkan UUG dan D telah dimulai pada saat
konggres ke XVIII tahun 1998 di Lembang,Bandung. Sebelumnya baru berupa wacana
yang berkembang sejak tahun 1960.
20. Mengawal dan mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan PP tentang
Guru sesuai dengan amanat UU GD, hiingga terbitlah Permendiknas No. 18/2007
tentang pelaksanaan sertifikasi guru.
21. PGRI selama ini menjadi mitra aktif, strategis, dan kritis terhadap
berbagai kebijakan pemerintah tentang pendidikan, terutama yang terkait dengan
kebijakan tentang guru.
22. Mengawal agar pelaksanaan sertifikasi guru tidak menciderai
kepentingan guru di dalam berkarya dan memperoleh hak-haknya.
23. Mensosialisaikan tentang pelaksanaan sertifikasi guru dari tingkat
pusat hingga cabang (tingkat kecamatan).
24. Mengawal pelaksanaan sertifikasi guru secara objektif dan
transparan.
25. Menerima sejumlah pengaduan dan melaksanakan kajian terhadap
kemungkinan model pelaksanaan sertifikasi guru yang lebih bermutu, efisien dan
memenuhi rasa keadilan guru.
26. Melakukan kajian terhadap peningkatan profesi dan kesejahteraan
guru.
27. Mengawal penerimaan tunjangan profesi guru.
28. Perjuangan yang paling hangat dan merupakan kemenangan PGRI adalah
lahirnya keputusan Mahkamah Konstitusi RI nomor 026/PUU/III/2005 yang
menetapkan batas tertinggi dalam APBN tahun 2006 sebesar 9,1% untuk pendidikan
tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan bertentangan dengan pasal 31 UUD 1945.
29. Menuntut kepada pemerintah untuk memberikan uang lauk pauk kepada
semua PNS termasuk guru.
Masih banyak lagi perjuangan PGRI baik yang
telah berhasil maupun yang belum yang telah dilakukan PGRI baik tingkat pusat
maupun daerah. Akan tetapi harus diakui bahwa perjuangan PGRI belum maksimal.
Hal ini disebabkan karena dua faktor, yaitu :
a.
Belum kuatnya PGRI sebagai
kekuatan penekan.
b.
Kurangnya political will
dari pemerintah dan birokrasi pendidikan.
Kegigihan PGRI dalam memperjuangkan hak-hak
guru baik negeri maupun swasta berdasarkan UUD 1945 beserta segenap peraturan
pelaksanaannya belumlah surut. Sekalian ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangannya terus menerpa PGRI. Cakupan perjuangan itu antara lain : realisasi
anggaran 20% dari APBN maupun APBD untuk pendidikan sesuai amanat UUD 1945,
jaminan pengembangan karier dan keprofesionalan guru, tunjangan fungsional,
tunjangan profesi, tunjangan pendidikan, tunjangan khusus, kemaslahatan lain,
tunjangan kelebihan jam mengajar bagi guru SD, insentif dan peningkatan
kesejahteraan bagi guru swasta dan tenaga honorer. Status karier dan
kesejahteraan guru GTT, guru wiyata bhakti, guru honorer juga terus
diperjuangkan melalui berbagai pendekatan dan cara. Evaluasi sementara,
perjuangan PGRI tersebut ada yang berhasil, tetapi masih banyak juga yang harus
tetap diperjuangkan. Ketidakberhasilan perjuangan itu menurut analisis
sementara penyebabnya adalah karena kader PGRI belum menempati posisi kunci
dalam mengambil kebijakan dalam sistem pemerintahan. PGRI mengamati masih
banyak pejabat pemerintah belum banyak memahami kebutuhan profesional riil para
guru. Parapejabat mempersepsikan pekerjaan guru sama saja dengan jenis
pekerjaan administrasi perkantoran lainnya, sehingga tidak perlu perhatian khusus.
Padahal guru memiliki peranan strategis untuk memajukan dan mencerdaskan bangsa
ini.
Sebagai profesi kemampuan guru ini erat kaitannya dengan
keberhasilan guru sebagai seorang pendidik, dimana guru yang berkompeten maka
guru tersebut berpeluang menjadi pendidik yang profesional. Dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia Indonesia, khususnya dalam wilayah otonomi
daerah peran guru yang profesional punya
andil dalam mewujudkannya. Oleh karena itu penulis perlu untuk mengkaji apakah
guru-guru kita ini sudah kompeten atau belum, sudah profesional atau belum
dalam menjalankan profesinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Harahap, Baharuddin. (1983). Supervisi Pendidikan
yang Dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah.
Jakarta: Damai Jaya.
Journal PAT. 2001. Manajemen dan
Kepemimpinan . April/Mei 2001. 2001)
Semiawan, C.R. 1991. Strategi Pengembangan Diri Untuk Menjadi Pemimpin Jakarta: Grasindo.
Semiawan, C.R. 1991. Strategi Pengembangan Diri Untuk Menjadi Pemimpin Jakarta: Grasindo.
Joni, T. Raka. (1984). Pedoman Umum Alat Penilaian
Kemampuan Guru. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud
Pantiwati, y. 2001. Upaya peningkatan Profesionalisme kepemimpinan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang.
Surya, Muhammad. (2003). Psikologi Pembelajaran dan
Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Sutisna, Oteng. (1993). Administrasi Pendidikan
Dasar Teoritis dan Praktis Profesional. Bandung: Angkasa.